home

Wednesday, March 28, 2018

Belajar untuk menghargai orang lain - bag. 3

Pada suatu kunjungan kerja ke rumah kediaman pengusaha besar Bob Sadino (Alm.), ada sebuah cerita terselip diantara perbincangan kami.Kisah Beliau ini begitu menyentuh hati saya.

Dahulu saat awal-awal mulai melepaskan statusnya yang nyaman sebagai karyawan, kehidupan Beliau tidaklah seenak yang dibayangkan orang. Karena keputusannya untuk keluar dari perusahaan tiba-tiba, Dia tidak punya banyak rencana untuk mengisi hari-hari berikutnya. Namun sebagai kepala rumah tangga Dia merasa tetap harus bertanggung jawab untuk bisa menafkahi keluarganya dengan baik.

Yang ada di genggamannya saat itu hanyalah rumah yang saat itu berada di daerah kemang dan mobil hasil selama Beliau bekerja sebelumnya. Beliau bilang saat itu Kemang merupakan daerah pinggiran kota yang harga tanahnya masih murah dikelilingi kebun & sawah. Akhirnya Beliau memutuskan untuk memberdayakan yang Ia miliki yaitu menjadi supir sewaan alias taxi gelap dengan mobil miliknya sendiri.

Namun nasib baik belum berpihak padanya. Tidak beberapa lama ia menjalani usaha tersebut, ia mengalami kecelakaan. Mobilnya rusak parah & beliau waktu itu tidak punya cukup uang untuk memperbaiki kembali. Untuk sementara ia menganggur. Sebenarnya istrinya ingin bekerja untuk membantu ekonomi keluarga, tapi dia larang. Dia merasa mencari nafkah itu adalah tanggung jawabnya.

Om Bob berkisah bahwa ada suatu masa dalam kehidupannya dimana dia tidak memiliki uang sama sekali. Sementara hari itu dia & istrinya perlu makan. Sebenernya bisa saja ia meminjam uang kepada orang lain, tapi itu tidak dia lakukan. Akhirnya dengan berat hati ia pergi ke warung makan di dekat rumahnya untuk berhutang tempe 2 buah untuk ia & istrinya makan. Ia berhutang lauk makanan yang paling murah di warung supaya tidak berat membayarnya nanti. Bayangkan seorang Pengusaha besar Bob Sadino pernah makan hanya dengan lauk tempe saja satu potong. itupun boleh ngutang saking melaratnya. Beliau tidak mau berhutang lauk Ayam & yang lainnya karena tidak mau menjadi beban pemilik warung dan jadi beban keuangannya juga.

Sampai suatu ketika ada seorang mandor bangunan menawarinya pekerjaan menjadi kuli bangunan. Kesempatan itupun segera diambilnya karena dia perlu uang untuk kehidupannya sehari-hari. Karena Beliau tidak ada pengalaman bertukang, ia diberi pekerjaan bagian yang paling mudah yaitu sebagai helper alias bagian angkat-angkat bahan bangunan. Batu bata, semen & pasir adalah pegangannya sehari-hari. Sejak saat itu dia mulai memiliki penghasilan kembali.

Kehidupannyapun berangsur-angsur mulai mendingan. Kisah-kisah Beliau setelah itu banyak sekali ditulis di berbagai media. Dari mulai usaha telur ayam RAS, usaha ayam potong sampai menjadi pengusaha Agribisnis. Usahanya yang mulai dari kecil dan sering mengalami kendala di awal-awal membuatnya menjadi orang yang tetap rendah hati, melayani, mendengarkan & selalu memberikan yang terbaik untuk orang lain.

Waktu berlalu dan setelah Beliau besar sebagai Pengusaha sukses, dia tidak pernah melupakan seseorang yang dulu pernah menolongnya saat dalam keterpurukan yang amat sangat. Yaitu sang Mandor bangunan. Sebagai rasa terima kasih & penghargaan Beliau kepada Mandor tersebut, maka Beliau memberikan jabatan dia sebagai komisaris di salah satu perusahaan miliknya. Sang Mandor sudah tidak perlu bekerja lagi karena dia memiliki saham perusahaan bekas anak buahnya dulu yaitu Bob Sadino. Om Bob mengatakan kepada saya bahwa "Pokoknya dia (Sang Mandor bangunan) tidak boleh mengerjakan apa-apa. Cukup duduk manis saja dan terima uang setiap saat."

Beliau memang sosok yang bersahaja. Filosofi hidupnya tergambar pada kesehariannya yang hanya memakai celana buntung dan kemeja kotak-kotak yang terkesan lusuh. Pengalaman hidup sebelumnya menempa dia untuk selalu menghargai kehidupan, menghargai orang lain, dan mensyukuri setiap kejadian yang dialami. Bahkan saya sendiri saja yang hanya seorang karyawan diterima di rumah Beliau dengan senang hati & tangan terbuka tanpa pura-pura. Beliau mengajak saya jalam-jalan mengelilingi rumahnya yang luas sambil ngobrol layaknya seorang teman. Saya juga diperkenalkan dengan cucunya yang masih berumur sekitar 2 tahun. Saat saya pamit pulangpun Beliau masih mau mengantar saya sampai halaman depan rumahnya.

Saya beberapa kali berkunjung ke rumah Beliau. Tapi tidak pernah sekalipun dia menyuruh ajudan, pegawainya atau asisten rumah tangganya untuk mendampingi saya. Beliau sendiri yang mendampingi saya berkeliling  sambil bercakap-cakap. Betapa rendah hatinya beliau. Dan betapa dihargainya diri ini di hadapan Beliau.

Terima kasih om Bob........
Semoga Tuhan mengampuni segala dosa-dosanya sepanjang hidupnya.
Aamiin........


- Purwanto -





No comments: